Urgensi Supremasi Hukum, Demokrasi, dan Hak Asasi Manusia Dalam Negara Hukum yang Ideal. | Kuliah Umum Prodi Magister Ilmu Hukum

Dr. Indra mencatat beberapa perkembangan signifikan seperti penerapan Omnibus Law dan adanya anomali hukum pada tingkat pemerintah daerah, seperti pada Ibu Kota Negara (IKN) baru.

[PASCAUINBDG] Jumat, 21 Juni 2024

 

Program Studi Magister Ilmu Hukum Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung telah menyelenggarakan kuliah umum bertema “Politik Hukum dalam Ius Constitutum dan Ius Constituendum di Indonesia”. Acara ini berlangsung pada Jumat, 21 Juni 2024, dari pukul 13.30 hingga 15.30 di Aula Selatan, Lt. 4, Gedung Pascasarjana UIN Bandung, serta dapat diikuti secara hybrid melalui platform Zoom dan siaran langsung di YouTube serta Instagram. Narasumber utama dalam kuliah umum ini adalah Dr. Indra Perwira, S.H., M.H., yang merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Pembukaan acara disampaikan oleh Prof. Dr. H. Dindin Sholahudin, M.A., Wakil Direktur III Pascasarjana UIN Bandung, sementara Dr. H. Uu Nurul Huda, S.Ag., S.H., M.H. memberikan sambutan diskusi, dan Dr. H. Utang Ronsidin, S.H., M.H. bertindak sebagai moderator.

Dalam pemaparannya, Dr. Indra Perwira menjelaskan bahwa politik hukum merupakan kebijakan penguasa negara tentang bentuk dan isi hukum yang berlaku (ius constitutum) serta arah pengembangan hukum yang akan datang (ius constituendum). Beliau menekankan pentingnya supremasi hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia dalam negara hukum yang ideal. Dengan mengutip tokoh-tokoh hukum seperti Jhon Austin, Hans Kelsen, dan Mochtar Kusumaatmadja, Dr. Indra menggarisbawahi bahwa hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, sedangkan kekuasaan tanpa hukum adalah kesewenang-wenangan. Selain itu, tujuan dari politik hukum antara lain adalah untuk mengarahkan perilaku masyarakat dan birokrasi, mengintegrasikan berbagai nilai dan kepentingan, membangun kepastian dan ketertiban umum, serta mengembangkan tatanan masyarakat yang lebih baik.

Dr. Indra Perwira juga membahas perbedaan antara sistem hukum Eropa Kontinental dan sistem hukum Anglo-Saxon. Sistem hukum Eropa Kontinental cenderung positivis dengan fokus pada perintah dan kodifikasi hukum, sementara sistem hukum Anglo-Saxon lebih mengedepankan common law yang berbasis pada putusan hakim dan tradisi. Dalam konteks politik hukum Indonesia, terdapat cita-cita untuk menghapus hukum kolonial dan membentuk sistem hukum nasional yang komprehensif dan integral. Proses ini melibatkan unifikasi dan kodifikasi hukum dengan memperhatikan keragaman serta mengangkat kearifan lokal untuk mencapai keadilan sosial.

Selanjutnya, Dr. Indra menjelaskan tentang pergeseran politik hukum dari era Orde Baru hingga masa Reformasi. Pada era Orde Baru, hukum lebih difungsikan sebagai sarana pembangun (law as a tool of social engineering) dengan fokus pada stabilitas dan kodifikasi. Namun, pasca Reformasi, terdapat kecenderungan untuk membentuk lembaga baru, mengedepankan sanksi pidana, dan bersifat reaktif serta sektoral. Prolegnas (Program Legislasi Nasional) menjadi salah satu upaya penting dalam perkembangan politik hukum di Indonesia, meskipun masih menghadapi berbagai tantangan.

Diakhir sesi, Dr. Indra menyampaikan perspektifnya dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, Dr. Indra mencatat beberapa perkembangan signifikan seperti penerapan Omnibus Law dan adanya anomali hukum pada tingkat pemerintah daerah, seperti pada Ibu Kota Negara (IKN) baru. Pemerintah juga tengah berupaya membentuk satu badan pembentuk peraturan perundang-undangan, meskipun prosesnya belum selesai. Dengan demikian, kuliah umum ini memberikan wawasan yang komprehensif mengenai dinamika politik hukum di Indonesia, dari perspektif ius constitutum hingga ius constituendum, serta tantangan dan peluang yang dihadapi dalam upaya membangun sistem hukum yang lebih adil dan efektif.