Dr. Indra Perwira juga membahas perbedaan antara sistem hukum Eropa Kontinental dan sistem hukum Anglo-Saxon. Sistem hukum Eropa Kontinental cenderung positivis dengan fokus pada perintah dan kodifikasi hukum, sementara sistem hukum Anglo-Saxon lebih mengedepankan common law yang berbasis pada putusan hakim dan tradisi. Dalam konteks politik hukum Indonesia, terdapat cita-cita untuk menghapus hukum kolonial dan membentuk sistem hukum nasional yang komprehensif dan integral. Proses ini melibatkan unifikasi dan kodifikasi hukum dengan memperhatikan keragaman serta mengangkat kearifan lokal untuk mencapai keadilan sosial.
Selanjutnya, Dr. Indra menjelaskan tentang pergeseran politik hukum dari era Orde Baru hingga masa Reformasi. Pada era Orde Baru, hukum lebih difungsikan sebagai sarana pembangun (law as a tool of social engineering) dengan fokus pada stabilitas dan kodifikasi. Namun, pasca Reformasi, terdapat kecenderungan untuk membentuk lembaga baru, mengedepankan sanksi pidana, dan bersifat reaktif serta sektoral. Prolegnas (Program Legislasi Nasional) menjadi salah satu upaya penting dalam perkembangan politik hukum di Indonesia, meskipun masih menghadapi berbagai tantangan.
Diakhir sesi, Dr. Indra menyampaikan perspektifnya dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, Dr. Indra mencatat beberapa perkembangan signifikan seperti penerapan Omnibus Law dan adanya anomali hukum pada tingkat pemerintah daerah, seperti pada Ibu Kota Negara (IKN) baru. Pemerintah juga tengah berupaya membentuk satu badan pembentuk peraturan perundang-undangan, meskipun prosesnya belum selesai. Dengan demikian, kuliah umum ini memberikan wawasan yang komprehensif mengenai dinamika politik hukum di Indonesia, dari perspektif ius constitutum hingga ius constituendum, serta tantangan dan peluang yang dihadapi dalam upaya membangun sistem hukum yang lebih adil dan efektif.