[PASCAUINBDG] Garut, 19 Januari 2023
Pondok Pesantren memiliki program pendidikan yang disusun sendiri (mandiri) dimana program ini mengandung proses pendidikan formal, non formal maupun informal yang berlangsung sepanjang hari dalam satu pengkondisian di asrama. Sehingga dari sini dapat dipahami bahwa pondok pesantren secara institusi atau kelembagaan dikembangkan untuk mengefektifkan dampaknya, pondok pesantren bukan saja sebagai tempat belajar melainkan merupakan proses hidup itu sendiri, pembentukan watak dan pengembangan sumber daya. Secara garis besar, ciri khas pesantren modern adalah memprioritaskan pendidikan pada sistem sekolah formal dan penekanan bahasa Arab modern dan Inggris. Secara tak langsung, maka pada hakekatnya pesantren memiliki peran sangat besar dalam sosialisasi secara mendalam isu-isu yang berkaitan dengan Islam itu sendiri, termasuk Moderasi Beragama.
Pesantren yang termasuk sebagai lembaga pendidikan Islam yang cukup banyak peminat dan sekaligus menjadi sumber tumbuhnya generasigenerasi bangsa. Perlu mengokohkan peran institusi pendidikan Islam pondok pesantren sebagai benteng menanggulangi radikalisme dan terorisme di Indonesia. Sejalan dengan yang dicanangkan oleh Kementerian agama untuk mencegah kekerasan dan radikalisme di pesantren, pihak Kementerian Agama (Kemenag) sudah meluncurkan konsep moderasi agama sebagai panduan pembelajaran di pesantren. Dalam UU pesantren juga menyebutkan bahwa pesantren memegang fungsi dakwah atau penyebarluasan ajaran agama Islam. Pasal dan ayat dalam ketentuan ini sebenarnya bukan merupakan aturan, namun merupakan penegasan mengenai model dakwah yang selama ini dijalankan pesantren. Pesantren adalah pusat dakwah Islam yang moderat (tawassuth), menghargai tradisi masyarakat dan menggelorakan semangat cinta tanah air Indonesia.
Pada Pengabdian Kepada Masyarakat dengan Tema, “Peran Pondok Pesantren dalam Internalisasi Nilai-Nilai Moderasi Beragama di Indonesia” yang diselenggarakan oleh Program Studi Doktor Pendidikan Islam Pascasarjanan UIN Sunan Gunung Djati Bandung di Pondok Pesantren Zawiyah Kabupaten Garut, ditegaskan bahwa sebagai wujud mengokohkan dan menguatkan peran pesantren dalam menangkal radikalisme dan ekstrimisme perlu adanya internalisasi moderasi beragama dalam kurikulum pesantren. Yang bertujuan untuk menengahi kedua kutub ekstrem ini, dengan menekankan pentingnya internalisasi ajaran agama secara substantif di satu sisi, dan melakukan kontekstualisasi teks agama di sisi lain. Pada kegiatan ini hadir pula Dr. H. Bambang Syamsul Arifin, M.Si., Dr. Muhammad Erihadiana, M.Pd., dan Dr. Ikyan Badruzzaman, MA. selaku narasumber. Sedangkan Prof. Dr. Supiana, M.Ag., CSEE., yang turut membersamai jalannya acara bertindak sebagai pembuka acara.
Bentuk internalisasi dalam kurikulum pesantren yaitu pada Hidden curriculum dan core curriculum. Pada Hidden curriculum menjadi efek penggiring terhadap materi pelajaran. Dalam pengembangannya, kurikulum tersembunyi memainkan peran dari segi afektif pendidik yang ditiru/dijadikan contoh dan mengandung pesan moral serta niai-nilai positif yang berkenaan dengan moderasi beragama. Misalnya dalam indikator moderasi beragama terdapat 4 hal; 1) komitmen kebangsaan; 2) toleransi; 3) antikekerasan; dan 4) akomodatif terhadap kebudayaan lokal. Pada sikap toleransi, santri selalu disertai dengan sikap hormat, menerima orang yang berbeda sebagai bagian dari diri kita, dan berpikir positif. Implementasinya pada saat pelaksanaan pembelajaran berlangsung, pendidik berusaha memadukan materi pembelajaran dengan nilai-nilai atau pesan-pesan moral dengan konteks moderasi beragama.
Author : Ilman