[PASCAUINBDG] Jumat, 17 November 2023
Multikultural merupakan dimensi kehidupan yang memiliki dua belah mata pisau. Apabila mendapat perhatian dan pengarahan secara optimal maka dapat menghasilkan kehidupan masyarakat yang rukun dan beragam. Sebaliknya, jika pengemban kebijakan salah mengambil langkah dalam merumuskan strategi realisasi kehidupan yang moderat, maka masyarakat cenderung akan terpecah belah serta mengalami banyak konflik. Itulah kenapa akhir-akhir ini cukup gamblang digaungkan segala hal yang terkait dengan moderasi beragama. Secara historis, di Indonesia sendiri sangat memerlukan iklim lingkungan yang moderat guna mengoptimalkan sumber daya manusia dengan beragam latar belakang berbeda.
Moderasi beragama diyakini sebagai upaya mengedepankan keseimbangan dalam hal keyakinan moral dan watak sebagai ekspresi sikap keagamaan individu atau kelompok tertentu di tengah keberagaman dan ke-bhinekaan yang menjadi kenyataan sosial tempat Gereja Katolik hidup dan berkembang. Nilai moral dari moderasi beragama sangat erat terkait dengan upaya menjaga kebersamaan dengan memiliki sikap tenggang rasa, saling memahami, kesetaraan, dan ikut merasakan satu sama lain yang berbeda. Setidaknya begitulah yang disampaikan oleh R.F Bhanu Viktorahadi, selaku narasumber sekaligus Dosen Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Jum’at, 17 November 2023 dalam Wokshop Terbuka Kurikulum Prodi Doktoral Studi Agama-Agama (SAA).
Workshop yang dimoderatori oleh Dr. Dadang Darmawan, MA., yang juga merupakan Dosen Prodi S3 SAA, bertajuk “Memperkuat Kurikulum S3 SAA Berbasis Moderasi Beragama”. Narasumber lainnya yakni, Prof. Dr. M. Yusuf Wibisono, M.Ag., selaku Ketua Prodi S3 SAA Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, mengungkapkan betapa pentingnya Kurikulum pendidikan yang berbasis moderasi beragama. Beliau memaknai tradisi Katolik, moderasi beragama menjadi cara pandang untuk menengahi Ekstremitas tafsir ajaran Katolik yang dipahami sebagian orang umatnya. Kegiatan yang secara resmi dibuka oleh Prof. Dr. H. Solahudin, M.A. selaku Wakil Direktur II. Selanjutnya pemateri membahas terkait salah satu cara memperkuat moderasi beragama adalah melakukan interaksi semaksimal mungkin dengan beragam agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia. Dengan demikian komunikasi antar umat beragama berkaitan signifikan dengan penerapan moderasi beragama.
Urgensi bagi Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, khususnya Prodi S3 SAA, adalah bahwa moderasi beragama sejatinya perlu diakomodir ke dalam sistem kurikulum. Baik staf, dosen, dan mahasiswa dianggap ujung tombak dalam inisiasi penyebarluasan konsep moderasi beragama. Kurikulum yang aplikatif dan berlandaskan moderasi beragama, mampu memantik tumbuh kembang individu yang modern sehingga bisa membuka jalur kehidupan toleransi masyarakat atas satu perbedaan secara lebih konkret. Diharapkan melalui kegiatan ini, seluruh peserta memahami cara dan sistem penerapan kurikulum yang moderat.